Minggu, 11 Februari 2018

Pencarian Dalam Tuhan


    


    
    
     )          

D
i dalam diri ada sebuah kehidupan, dan di dalam kehidupan tersimpan sebuah diri yang penuh dengan bakat yang tidak akan pernah terfikirkan, di dalam sebuah masalah pasti ada jalan keluar, dan di balik sebuah adanya jalan keluar pasti ada sebuah pengorbanan yang pasti itu tidak akan mudah untuk menggapainya. Dan sungguh tidak akan mudah untuk meakukannya, terkadang manusia itu putus asa akan apa yang dia miliki karena tidak pernah sebanding dengan orang lain dan tidak akan pernah bisa di bandingkan dengan orang lain karena di balik bakatnya itu ada sebuah bakat yang tidak di miliki oleh orang lain dan tidak akan pernah di miliki oleh orang lain, sebuah kisah yang tidak akan pernah berakhir dan tidak akan pernah berawal karena kisah yang ini menuliskan tentang seorang yang tidak pernah belajar untuk bersyukur akan apa yang dia miliki dan seorang yang tidak pernah percaya diri akan apa yang dia miliki.
Sebuah kisah yang di awali dengan kehidupan seorang yang sangat merindukan sebuah kehidupan yang sebenarnya, dia pergi ke sana dan kemari hanya untuk mencari jalan keluar dan lari dari kenyataan, di umurnya yang masih sangat muda, duduk di bangku SMK dia mulai memberontak dan tidak pernah mensyukuri kehidupanya yang sebenarnya, karena dimasa kecilnya dia tidak pernah merasakan kehadiran seseorang yang benar-benar mencintai dan menyayangi dirinya, “memang kehidupan ini bagaikan sebuah perahu yang patah dayungnya, pasti dia akan terombang-ambing tidak tahu kemana dia akan pergi, seperti itu lah kehidupan ini” terkadang jikalaupun ada seorang yang melihat dia, pasti itu bukan karena kasih sayang tetapi itu karena belas kasihan yang hanya sekedar belaskasihan sementara saja, di balik semua kehidupannya bagai tiada harapan yang pasti untuk hidup dan untuk berhenti dari kesakitan di hidupnya, memang dia melakukan aktifitasnya sehari-hari sebagai orang yang normal tetapi di balik semuanya itu, bagaikan seorang pelakon di balik layar yang menangis tak tahu arah apa yang mau di tangisi karena kehidupan yang sungguh menyiksa harapanya.
D
i suatu pagi yang cerah dia belajar untuk melangkah dari kehidupannya yang mungkin sudah tidak menentu, dia mencoba untuk tetap berusaha dan tetap semangat dalam menjalani kehidupanya, dia belajar untuk menatap ke arah depan dan mencoba untuk membuka lembaran baru di kehidupanya yang nyata ini, dia pergi ke seorang dukun yang mungkin dia merasa itu adalah jalan terakhir untuk mendapatka uang yang banyak dan ke senangan di dalam kehidupanya, dia memasuki perkampunya yang masih sangat kuno di banding kehidupan nyata sekarang, memang pedesaan itu sangat jauh dari perkotaan, dia memasuki desa itu di ambang gerbang desa itu sunggguh sangat menyeramkan di tengah keadaan malam hari yang sangat menyeramkan membuah sekujur bulu kuduknya membungkam naik, dengan derap kaki yang begitu hati hati karena menginjak dedaunan yang sangat banyak bertebaran di jalan membuah keadaan semakin sunyi, dia terus melangkah, seketika itu juga dia melikat sekumpulan orang tua yang sedang berkumpul di sebuah pondok, mungkin itu adalah sebuah pos jaga, dengan hati hati dengan mengatur langkah yang sudah di ambang gemetar, dia mencoba untuk percaya diri melangkar ke arah tetua-tetua itu, dia terus melangkah setiba di depan pondok itu dia mempercayakan dirinya untuk membuka mulut dan mengatur bicaranya sebagaimana orang terhormat, tetapi sebelum dia siap mengumulkan rasa percaya dirinya itu langsung saja seorang tetua itu langsung menyapa dia dengan ramah mau, “kemana nak dan ada urusan apa datang kemari malam-malam begini”. Dengan mulut yang bergetar dia menjawab tetua itu, “ saya maa,, maaauu meenncaccacari seorangggg  pintarrr yang katanya ada di daerararaah siiinniii pak” langsung dengan muka yang di barengi dengan senyuman tetua itu menjawabnya” oooo itu si empu yang di pojok jalan sana.. memang sangat banyak orang yang datang kesitu dan pada akhirnya kembali dengan isak tangis, tidak usah kesana nak mungkin nanti kamu orang berikutnya yang di sakiti oleh empu itu “. Dengan lantang dia langsung menjawab” ooo tidak usah khawatir pak saya pasti akan baik baik saja ko, terimakasih banyak pak sudah menolong”. Dia langsung melangkahkan kakinya langsung pergi meninggalkan tempat itu menuju sebuah rumah yang sudah kumuh dan sangat reot mungkin kita kita umur rumah itu sekitar ratusan tahun. Setelah beberapa meter melangkah dia melihat sebuah pelita yang terbuat dari bambu datang menghambiri dia di berengi dengan seorang perempuan yang sudah sangat tua, mungin umurnya 90 tahunan, tetua itu langsung saja menghampirinya dan menyapa dia, ada urusan apan nak datang kemari, langsung dengan lantang nya dia menjawab” saya ingin berguru nek saya ingin punya kekuatan yang tidak orang miliki,” nenek tua itu menjawabnya
“ kekuatan seperti apa itu nak yang kamu inginkan”
“ saya ingin kekuatan jika orang melukai saya, saya tidak akan bisa terluka olehnya dan benda setajam apapun yang dia miliki itu tidak akan bisa melukai saya”
“kalau begitu besok malam hati di tengah malam hati datanglah lagi kemari dan bawalah seekor ayam kampung yang berbulu hitam”
Setelah beberapa saat lamanya dia berbincang dengan nenek itu dia keluar daripondok itu dengan muka yang begitu merasa puas dengan apa yang dia dapatkan dia langsung berlari sambil tertawa sekencang mungkin, tanpa menyadari dirinya ada di sebuah pedesaan yang begitu tentang.

Setelah keesokan harinya, tepat pada jam 12 dia mendatangi rumah empu tersebut sambil membawa seekor ayam hitam di tangan kirinya. Dengan percaya diri dia mempelajari semua apa yang di katakan oleh nenek tua itu, dan tidak lama kemuadia di dia bisa menguasai ilmu itu dan merasa puas dengan semua yang dia miliki. Dari situlah berawal dia merasa kehidupanya menguasai semua orang yang berada di dekatnya tanpa memperdulikan perasaan orang, dan tanpa berfikir orang itu sakit hati atau tidak. Seketika itu juga seorang kakek langsung menegur saya dengan sapaan ramah “ habis dari mana cu,,,?? Kenapa akhir-akhir ini sering sekali lewat dari sini, jangan sering-sering bergaul dengan orang-orang disini yah cu,, banyak oran disini yang hanya bisa membohongi orang-orang saja, tetapi saya terus melanjutkan perjalanan saya tanpa memikirkan omongan dari kakek tersebut.
            Hari berganti hari semua kehidupan ini semakin hari semakin membuat kehidupan ku semakin tak terkendali, dengan ilmu yang saya miliki saya terus menyombongkan disi menjadi penguasa di pasaran dan menjadi orang yang di takuti semua orang, tanpa memperhatikan bagaimana kelanjutan hidup ini kelak setelah selesai dari langkah kaki yang sedang terikat oleh kuasa okultisme ini. Saya terus menyombongkan disi bahkan memukuli setiap orang yang menantang atau tidak mendengarkan apa yang saya katakan, sampai seketika ada seorang hamba Tuhan yang menegor saya seketika saya sedang managih pajak preman di pasaran, saya tidak sengaja manabrak seorang perempuan, yang paras sangat cantik di mata saya, saya terus memandanginya sehingga mata saya terpaut dan terbius oleh kecantikan dari perempuan tersebut, tanpa sadar saya langsung menegor perempun tersebut, menanyakan siapa namanya, dari mana asalnya, dan apa pekerjaannya, tetapi di saat saya mendengar apa pekerjaan dari perempuan tersebut betapa terkejutnya hati ini mendengar perkerjaannya adalah seorang pelayan Tuhan yang tepatnya seorang pendeta muda, perasaan dari dalam hati saya langsung berubah, membuat hati saya seperti di bakar oleh api amarah yang begitu tak menentu, seketika itu juga saya langsung mendorong perempuan itu sampai terpelanting ke tanah, memang dari dulu sejak kecil saya tidak pernah suka dengan pelayan Tuhan karena seorang pelayan Tuhan adalah seorang yang sangat menyeramkan di benak saya, karena seorang hamba Tuhan yang saya kenal adalah seorang hamba Tuhan yang sangat kejam dan tidak berperikemanusiaan, karena di setiap saya melawan orang lain dan tidak mendengarkan kata-kata dian saya selalu di beri hukuman, yang selalu membuat saya jera akan kelakuan saya itu.
            Lama waktu setelah kejadian itu saya di landa sebuah kejadian sayang sangat tragis, dan tidak pernah terfikirkan oleh benak saya sebelumnya, di waktu saya pergi dengan teman-teman saya berlibur jauh dari keramaian ke sebuah puncak, kami di rajian dan di tangkap oleh kepolisian di tengah jalan karena di jok mobil kami di temukan sebungkus sabu-sabu berukuran 1 kg, di bungkus dengan koran dan kantong plastik, dan kejadian itu jugalah yang membuat saya di jerumuskan dan di masukkan ke dalam rutan, di dalam rutan saya merasakan hal yang tidak pernah saya rasakan, dimana saya di masukkan ke dalam bak mandi dan di rendam selama setengah hati, dan di masukkan ke dalam kain sarung kemudian di pukuli sampai semua tubuh ini terasa seperti di pecahkan.
            Begitulah kehidupan berjanjut selama 5 bulan di dalam sel, saya tidak di sidang karena kasus saya tidak di selesaikan dengan baik, saya merasa dunia ini tidak ada gunanya, tidak tau mau kemana arah dan tujuan hidup ini dan bagaimana atau kemana kaki ini akan melangkah, akan tetapi akan adanya sebuah tekad di dalam diri saya yang membuat saya selalu bertahan karena tuntutan dari keluarga saya yang selalu menginginkan kesuksesan kepada saya, sehingga setelah enam bulan saya di dalam sel, saya di sidang dan di putuskan tidak bersalah, saya tidak mengerti akan apa yang terjadi seperti ada seorang yang menolong saya, tetapi pada waktu itu saya berkeyakinan yang menolong saya itu adalah sesuatu yang mengikuti saya itu yang pernah saya terima di waktu berguru dulu.
Setelah beberapa minggu pulang ke rumah, saya merasa tidak betah lagi di dalam rumah, kemudian saya memutuskan tekad ingin merantau ke jakarta dan menuntut kehidupan di jakarta, dengan merasa bisa berdiri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain, saya meminta ijin kepada orang tua saya, tetapi orang tua saya tidak mengijinkan saya pergi untuk merantau, karena orang tua saya tinggal seorang diri, sejak dari kecil kami sudah di tinggalkan oleh orang tua saya yang laki-laki sampai saya tidak mengenal sedikitpun orang tua saya yang laki-laki, begitu pula dengan nenek saya yang sangat saya kasihi dia bersikeras menginginkan jikalau saya yang meneruskan pekerjaannya, berjualan baju-baju di pasar, tetapi saya tidak menghiraukan itu semua, tekad saya sudah bulat ingin merantau ke jakarta, setelah beberapa minggu kemudian saya meminta ijin pergi meninggalkan rumah, memang berat rasanya, melihat orang tua saya menangis, begitu juga nenek saya dengan pilu di mata yang menetes bagaikan air yang mencurah tak henti-henti dia terus berkata dan meminta supaya saya jangan pergi, dengan berat hati saya meninggalkan rumah tepat jam 20:15 WIB. Saya menggakat kaki dari rumah dan pergi ke pasar untuk berangkat ke jakarta, hanya dengan uang 100 Ribu di dompet tanpa ada tiket bus, setiba di loket saya langsung menunggu bus tersebut, tak lama kemudian bus datang dan berhenti sejenak, saya pun langsung menaiki bus itu hanya dengan sebuah ransel dan 3 potong baju di dalam nya, bus berangkat tepat pada jam 23:20 WIB. Saya tidak lupa akan hal itu karena itu pertama kalinya saya meninggalkan rumah sejauh mungkin dengan tekad bisa menghidupi diri sendiri. Setelah beberapa saat kemudian saya di bangunkan oleh kenek dari bus tersebut dan di mintai tiket, saya bilang terus terang saya tidak punya dan di minta uang, saya berfikir uang saya tinggal 100 Ribu bagai mana saya nanti mau makan kalau saya kasi itu, dan saya bilang saya tidak punya uang bang, saya pun di turunkan di tengah jalan ti tengah-tengah kegelapan malam saya tidak tahu kemana arah kaki ini akan melangkah, setelah sejauh mungkin saya berjalan kaki, saya menemukan sebuah pondok yang terbuka saya berhenti sejenak disana meminta segelas kopi dan sebatang rokok. Tak sadarkan diri ternyata ada sebuah bus yang lewat dan berhenti sejenak, dan saya pun menaikinya, setelah beberapa jam kemudian saya di turunkan lagi karena tidak memiliki uang, karena tekad saya sudah bulat ingin merantau ke jakarta, saya bersikeras meneiki mobil yang arah ke jakarta sehingga saya pun sampai di pelebuhan merak dengan meneiki mobil dan di turunkan sebanyak 13 kali, sungguh malu rasanya akan tetapi karena tekad saya sudah bulat saya akan merantau ke jakarta, setelah sampai di pelabuhan merah saya masuk ke dalam sebuah truk yang berisi batu-bata sampai di dalam kapal saya langsung pergi ke atas dimana tempat orang-orang tertawa dan bercanda-cana, saya merasa tidak ada yang menemani saya dan saya pu tidak mengenal seorang disana, saya hanya duduk merenung menikmati angin laut sambil mengisap sebatang demi sebatang rokok, sehingga sampai ke seberang.
Waktu berjalan dengan cepat sehingga mengharuskan saya harus melanjutkan perjalanan yang begitu memilukan tanpa sesuap nasi ada di perut tetapi demi tekad yang kuat harus melakukanya, setelah melihat daratan sudah mulai dekat saya langsung turun ke parkiran truk, dan saya masuk di dalamnya, suasananya sihhh,, memang panas tetapi mau gak,mau harus di lakukan karna uang di saku tidak mencukui.
Tanpa berfikir panjang sayapun masuk ke dalam sebuah kotak yang berisi buah apel, pertama saya memperhatikan sekeliling saya, sesudah tidak ada orang lagi saya langsung masuk ke dalam kotak tersebut, rasanya seperti di bakar api di dalam kuali, hahaha,,haha,,hahaha, setelah beberapa saat saya di dalam kotak tersebut, saya mulai merasakan goncangan sedikit demi sedikit, saya berfikir mobil itu sudah jalan, tetapi tidak sesudai dengan harapan saya, yang ada malah tutup dari kotaknya itu terbuka sedikit demi sedikit, saya merasa heran kenapa ada yang tahu bahwa saya ada di dalam kotak ini saya langsung buru-buru mengubur diri saya dengan buah-buah apel itu sampai tak sedikit cayaha dari luar bisa saya lihat, saya merasa senang terbebas dari semua itu, tetapi sesudah lama kemudian saya melihat cahaya yang keluar perlahan dari satu sisi ke arah saya ternyata apel-apel dalam kotak itu di keluarkan saya pun melihat sesosok pria berseragam berdiri di depan saya memakai seragam coklat dengan pistol di pinggangnya, saya merasakan darah saya sudah mau tumpah keluar dari dalam tubuh saya, dengan senyum saya menyapa dia, se...se..ssse..selamat sore pak, rasa-rasanya mungkin lidah saya sudah mulai kaku karna kebanyakan makan apel di dalam di dalam kotak itu, perasaaan saya mulai tidak enak melihat mimit muka orang yang berada di sekitar itu,,, tetapi saya tetap memberanikan diri untuk keluar dari kotak buah itu,, sebenarnya sih agak sulit karena kotak buahnya bukanlah kecil,, tetapi karena keadaan,, itu terasa mudah dan ringan,,, badan saya terasa sangat ringan sehingga membut saya begitu mudah menggangkat badan saya keluar dari kotak itu,, setibanya saya keluar dari kotak itu saya langsung di bawa ke sebuah kantor, saya tidak tahu itu kantor apa tetapi yg saya fikir itu mungkin kantor pengusrus dermaga, saya di tanyai banyak hal disana, mulai dari asal usul, umur, nama ibu, nama ayah, dan banyak hal lagi, tetapi satu hal yang sangat menggelikan bagi saya adalah di saat bapak itu menanyakan marga saya, saya berfikir kenapa dia tau kalau saya ini punya marga, pikir saya. Tetapi dalah segala keterpaksaan saya berbicara jujur kepada bapak tersebut, saya langsung mengatakan “ saya orang batak pak, saya marga Harahap “ sahut saya dengan jelas, kemudian wajah seram dari bapak tersebut langung berubah menjadi senyuman yang menghilangkan suasana tegang, saya menjadi merasa tambah bingung dengan bapak itu, tetapi tak lama kemudian menyudahi senyumannya yang membuat saya penasaran itu terjawabkan “ kamu orang batak juga yaa,, hahahahaa saya juga orang batak marga saya pasaribu, ini hal bukan hal yang pertama yang saya temui makanya saya tertawa karna bukan satu dua orang lagi orang batak yang kepergok mencuri di kapal”  sahutnya dengan senyuman yang tak jelas kemana arah mukanya, “ tapi pak saya bukan bermaksud mencuri saya hanya bersembunyi karna di tempat persembunyian saya ada makanan yahhh mau gak mau kan saya makan pak,, mubazir toh,,” sahut saya dengan muka ngeles, perkataan saya itu membuat wajah bapak itu berubah kembali menjadi seram bagaikan singa yang mau mencengkram mangsanya, tetapi saya terus menatap wajah bapak itu karna saya paling tidak suka kalau saya di bilang pengecut, tak lama kemudian bapak itu membalas tatapan saya sambil mengetik-ngetik sesuatu di komputernya, “ yaudah karna umur kamu masih muda dan kamu sudah mengakui kesalahan kamu, saya membiarkan kamu pulang dan temui ibu kamu dan akui juga kesalahan kamu” mendengar kata-kata itu saya langsung mengambil tas ransel saya dan lansung berlari tanpa arah yang saya pikirkan saya harus lari jauh dari tempat itu, tak lama saya pun menghampiri sebuah warung makan yang bau dari warung itu sangat wangi karna bau-bau ayam goreng menghampiri hidung saya, saya tidak tahan dan saya pun memasuki warung tersebut dengan modal dengkul,,,, hahahha jika di pikirin sagak sedikit lucu sih tapi apalah daya perut sudah berkata makanlah yg banyak majikanku, semua isi perut baik itu cacing cacing sudah bernyanyi dengan merdunya, tak lama kemudian saya pun di hampiri oleh pedangangnya, “ makan karo opo mase “ pertama saya merasa bingung dengan apa yang di katakan karrena baru kali itu saya mendengar bahasa jawa, tetapi dengan memberanikan diri saya menjawab ibu itu,” ibu saya bukan orang jawa jadi jangan pake bahasa jawa sama saya yah bu,, “ dengan polosnya ibu itu menjawab. “ ooo sampem ra iso wong jowo toh hehehe maaf. “ karena ketidak mengertian saya akan bahasa dari ibu itu dan juga mungkin karena dorongan dari paduan suara para cacing peliharaan saya yang bernyanyi dengan merdunya di dalam perut saya, saya langsung berdiri dan langsung berteriak “ ibu saya sudah katakan saya tidak mengerti bahasa jawa dan jangan berbahasa jawa kepada saya “ tetapi ibu itu menjawab kembali kepada saya “ ojo nesu-nesu toh mas “ mendengar perkataan ibu itu yang tida nyambung kepada saya dan karena pada waktu itu juga saya tersindir dengan perkataan si ibu itu, karena saya terlalu berkeringat mungkin gara-gara panasnya suasana, saya pun menghabisakan banyak tisu dari atak meja itu tetapi karena mengingat perkataaan ibu tadi  saya meneriaki dia kembali “ apa...? tisu tisu lagi kau bilang emang kalau ku habiskan tisunya kenapa rupanya.. mau marah kau kan aku mau makan disini juga jadi wajib ku habiskan”, “ waduh mase iki loh di bilang nesu malah bahas tisu, dengan wajah malu saya menyahut ibu itu “ ooo nesu nya bu..?  apa itu nesu makanan yah bu yaudah saya pesan itu “ sahut saya dengan penuh percaya diri, ibu itu malah membalasnya dengan senyuman manis tanpa berkata apa-apa lagi.. tetapi ada bapak lagi yang langsung menegor saya dengan bahasa batak, sayapun merasa bangga bisa bertemu dengan orang batak di jawa, tak lama kemudian si bapak itu pun menjelaskan semua yang di katakan ibu tadi kepada saya, dengan wajah memerah dan malu saya mendekati ibu itu dan pelan- pelan berkata “ bu ,, sebenarnya saya mau pesan nasi sama ayam di goreng” dengan senyuman ibu itu menyahut saya “ oooo ayah goreng toh,,  yo wesss tak buatin  se yo mas duduk ae wesss minum dulu “ lalu sayapun memulai perbincangan juga dengan bapak yang tadi dan ternyata bapak itu juga adalah seorang sopir truk yang mana bapak itu juga mau berangkan ke jakarta, saya pun ikut dengan bapak itu dan sampai di jakarta, saya duduk di belakang truk karena mereka sudah duduk berhimpitan di depan tetapi karna keadaannya itu sudah agak malam sayapun tidak merasa panas di dalam bak truk, setelah beberapa lama truk berhenti dan saya pun menengok ke luar truk ternyata saya sudah melihat gedung- gedung yang begitu tinggi – tinggi sampai saya merasa pusing melihat dari bawah ke atas, tak lama kemudian si bapak sopir itu datang menghampiri saya, “ deg ini sudah di jakarta barat deg, truk ini hanya bisa sampe sini aja deg gak bisa sampe jakarta pusat, dengan hati yang penuh dengan gembira karena saya sudah sampai di jakarta saya langsung turun dari mobil dan melompat dengan girangnya, “ maksi  bapak, kalau begitu saya disini aja “
Tidak jauh dari tepat saya turun dari truk tersebut saya langsung berjalan ke keramaian kota, gedung pertama yang saya masuki ialah gedung rokxy Square, melihat gedung yang begitu megah saya meras sangat senang sekali dengan hati yang bangga sudah sampai di jakarta saya tidak tahu hari sudah mulai sore dan jam tangan di tangan saya sudah mengarah ke jam 6 sore, begitu saya sadarkan diri saya langsung naik ke atas gedung lantai paling atas, dari atas gedung saya melihat dari kejauhan keramaian kota jakarta yang begitu indah dan menawan membuat hati saya merasa tambah puas dengan apa yang saya lihat, saya melihat keindahan kota jakarta yang di hiasi oleh banyak lampu yang berwarna warni, dengan itu saya menjadi merasa inikah surga itu. tetapi yang membuat saya bertanya-tanya di dalam hati saya adalah bagaimana saya harus pulang dan kemana tujuan saya ke depan..? pada waktu itu saya belum tau betul dan belum percaya sepenuhnya dengan Tuhan Yesus jadi saya tidak terlalu memantingkan dengan yang namanya gereja dan doa dan apapun itu yang ada di dalamnya, saya tidak pernah mengambil pusing itu semua.
Dia saat saya merasakan tiupan angin yang begitu mulai menusuk ke tulang gara-gara sakin dinginnya saya mulai berfikir saya mau tidur dimana malam ini..? tanpa membentuk seribu fikiran dan beribu-ribu fikiran yang tidak jelas itu dengan hati yang agak sedikit terpaksa sayapun langsung membuka kardus yang kebetulan ada terserak di sekitar saya, tanpa berfikir dan karena kebawa ngantuk yang sangat berat sayapun langsung tertidur dengan pulasnya di bawah hotel ber bintang seribu itu...” maksudnya berbintang seribu karena gak ada atap jadi bintangnya banyak dah”.
Hari sudah mulai pagi saya langsung bangun karena takut ada orang yang ngelihat bahwa saya tidur di balkon gedung itu, ha..ha,,,ha.. lucu sih tapiiii,,, ada rasa terpasksa juga. tapi kan demi cita-cita. :) must keep smile.
Tak lama saya hidup di jakarta saya mulai mendengar dan merasakan adanya suara yang begitu nyata di telinga saya tapi saya tidak tahu darimana sumber dari suara itu, saya merasa bahwa itu adalah panggilan Tuhan yang sungguh nyata untuk saya, tapi kembali saya berfikir untuk apa Tuhan memanggil saya untuk apa Tuhan memakai orang seperti saya untuk menjadi pelayannya, tapi saya ingin mencoba mencari apa itu Tuhan dan bagaimana sih panggilan itu, saya mencoba pergi ke gereja dimana gereja itu berketepatan di daerah Petojo Jakarta, yaitu gereja GKPA Penjernihan, saya mencoba untuk ibadah pertama kalinya tanpa ada unsur paksaan dari orang lain tetapi saya tidak pernah merasakan damai ketika saya di dalam gereja, namun dalam prinsip saya saya ingin sekali melihat bagaimana Tuhan itu dan kenapa Dia bisa berbicara kepada saya melebihi dari penerawangan ilmu saya, saya bingung bagamana mungkin di dunia ini tidak ada yang tidak bisa saya lihat jika saya sudah memanggil nenek saya (Guru saya) saya hanya memanggil namanya dia sudah datang dimana saya berada.
hari lepas hari saya melewati hari-hari dengan penuh rasa penasaran yang selalu membakar perasaan saya, terkadang saya berbicara dan bertanya kepada diri saya sendiri dari mana itu suara dan siapa itu yang berbicara, saya bingung dengan suara yang berkata “apa saya yang kamu lakukan, kenapa kamu menunda-nunda panggilan saya” itu terus terngiang di benak saya sampai-sapai tiada hari tanpa saya memikirkan itu, suara itu sangat jelas berbicara kepada saya baik itu di dalam mimpi maupun di dalam keramaian yang sangat ricuh dengan berbagai suara, saya masih mendengar suara itu.
Waktu berjalan 1 Tahun suara itu bertambah jelas di telinga saya, terbukti di suatu ketika sewaktu saya ingin pergi di utus oleh teman-teman Gank saya di jakarta untuk pergi ke daerah bogor untuk mengantarkan barang, pertama saya tidak tau barang apa yang akan saya bawa saya kira barang yang akan saya bawa itu adalah tiga orang wanita yang ada di belakang karena mereka berpakaian sebagai mana seorang wanita bayaran, jadi tanpa ragu saya langsung bilang kepada teman saya, “ eh bro, yang bawa mobil gwe aja dah ntar klo udah cape kita gantian” dengan hati yang gembira teman saya itu langsung mempersilahkan saya untuk menghampiri piringan dari stir mobil, setengah jam sudah saya membawa mobil mendekati gerbang tol, tanpa rasa ragu saya langsung mendekati gerbang tol, pertama sih teman saya itu bilang kepada nanti jangan lewat tol yah kita lewat jalan biasa aja, tapi saya berfikir supaya lebih cepat dan menghindari macetnya kota bogor saya memutuskan untuk lewat tol, musik saya putar dengan kencang, dengan suara distorsi lagu rock yang sangat keras, disitu lah saya mendengar suara itu lagi, “kenapa kamu menunda panggilanku” saya langsung terkejut mendengar suara itu. tak jauh dari lokasi dimana saya mendengar suara itu, ternyata ada pemeriksaan dari pihal kepolisian yang mencek semua mobil yang melintas dari jalan itu, saya merasa anggap enteng dengan semua keadaan, tetapi saya melihat teman-teman saya semua pada panik tak menentu, saya bingung mengapa mereka seperti itu, mereka gelisah dan mencari-cari sesuatu saya tidak tahu apa yang mereka cari setiba di pintu keluar tol, langsung saya membuka jendela dari mobil itu, tak lama kemudian seorang polisi menghampiri dan lansung berkata, “ selamat pagi pak, kami memeriksa semua yang ada di dalam mobil “ sayang dengan muka yang tak ada hambatan sedikitpun langsung mengucapkan kata-kata dari bibir saya, “ ohh,,, silahkan dengan senang hati pak” langsung polisi itu pergi dan membuka semua bagasi mobil, sewaktu mereka membuka bagasi dan mengobrak-abrik semua yang ada di dalam mobil pak polisi datang lagi menghampiri saya, “ mohon maaf pak, dengan bapak siapa tadi “ langsung saya menjawab ya, dengan saya Joel pak ada apa “ polisi itu menjawab dengan muka garangnya di depan muka saya, “ kami menemuka barang terlarang di bawah kursi mobil bapak, jadi Bapa harus ikut kami ke kantor sekarang “ tanpa ada pertanyaan dua polisi langsung menarik saya dari dalam mobil dengan tidak punya perasaan itu sakit atau tidak yang penting saya di gerek-gerek, sambil kedua tangan saya langsung di pasangkan borgol, karena semua keadaan gaduh saya merasa apa yang ada pada saya ini kenapa semua ini bisa terjadi, siapa yang membuat barang itu di mobil yang saya bawa, kenapa say tidak bertanya dahulu apa yang mau saya bawa,, semua pertanyaan itu berulangkali merasuki pikiran saya, tak lama kemudian seorang menutupkan sejenis kain hitam di kepala saya, saya langsung tidak tau apa lagi yang terjadi di luar.
Tak lama kemudian tutup kepala yang menutupi seluruh kepada dan muka saya itu di buka, saya sudah melihat kalau saya sudah berada di belakang jeruji besi yang menurut saya itu sangat padat dan keras, saya merenungi semua keadaan, jeruji besi yang menghalangi saya, dinding- yang dingin yang membuat saya selalu menggigil siang dan malam, tempat tidur yang beratapkan langit membuat saya basah jika itu hujan, membuat saya kepanasan jika itu panas, membuat saya kedingingan jika itu malam, begitu sulit penderitaan yang saya alami, satu bulan sudah berlalu saya di balik jeruji besi itu, kalau orang disana mengatakan itu adalah rumah setan karena, ruangan yang tidak mempunyai atap, ruangan yang tidak mempunyai kamar mandi, tidak mempunyai tempat tidur, yang ada hanya bisa tidur berdiri.
hari berganti hati, sudah satu bulan saya melewati hari-hari saya di dalam jeruji yang buas itu, yang hampir meranggut nyawa saya, kemudian saya di pindahkan ke rutan yang benar-benar ada orang banyak sekali di dalamnya, saya bingung mau berbuat apa di dalam kondisi seperti itu, saya merasa bahwa saya adalah orang yang paling hina, orang yang paling tak berguna, orang yang paling bodoh dari semua orang bodoh.
Tak lama kemudian saya menemukan teman untuk bertukar pikiran di dalam, saya berkenalan dengan banyak orang disana dengan semua orang-orang yang menurut saya melakukan kejahatan yang dulu pernah saya lakukan, mencuri, memerkoso, membunuh, dan pemakai, semua ada disana, tapi dengan semua itu saya tidak pernah merasa damai dengan hati saya, saya merasa gelisah terus, maka untuk meluapkan segala kegelisahan saya itu pada malam hari di waktu semua orang-orang sudah tertidur saya memanggil semua roh-roh yang mengikuti saya. saya bertanya satu persatu “ siapa yang membuat saya gelisah” semua tidak ada jawaban yang ada mereka hanya tertawa melihat saya, saya bingung dengan semua keadaan dan tak sadar mulut saya berkata “ Tuhan dimanakah Engkau jika Engkau memang benar ada tunjukanlah diri-Mu” langsung suara itu terngiang lagi di telinga saya suara yang berkata “ kenapa engkau menunda-nunda panggilan-Ku datanglah kepada ku, kegelisahan itu hanya sementara” suara yang sama berkata kepada saya lagi. suara itu terus terngiang di telinga saya, dan membaut saya tidak bisa tertidur sampai semalaman.
Hari berganti hari bulan berganti bulan sudah tuju bulan saya melewati kehidupan di dalam sel, tanpa menemukan apa jawaban dari suara itu, dan pada pagi-pagi benar saya berkata lagi di dalam hati saya “ jika Engkau benar Tuhan tunjukkanlah jalan itu” itu saya perkatakan dalam hati saya, dan tak lama kemudian pada sore hari saya di suruh oleh penjaga untuk menyapu halaman dari rumah sel tahanan dalam, saya menyapunya dengan senang hati tanpa ada yang memberatkan saya saya merasa ringan menerima pekerjaan itu padahal- hari-hari sebelumnya saya selalu lari jika di suruh mengerjakan pekerjaan itu.
Sewaktu saya menyapu pekarangan sel itu mata saya tertuju kepada semua puntung rokok yang di buat dari sebuah gulungan buku, puntung rokok itu tidak terlalu kecil jari masih bisa saya ambil, saya membuka puntung rokok itu, dan di dalamnya ada tulisan dari tulisan Alkitab, yang tertulis dalam Wahyu 2 : 10 yang pada ujung kalimatnya engkau akan ku berikan mahkota kehidupan, saya merasa penasaran dengan semua kata-kata yang ada di dalam tulisan itu, maka saya memutuskan untuk menyimpan tulisan itu, yang saya pertanyakan apakah ini jawaban Tuhan dari semua pertanyaan saya itu, saya bertekat harus mencari tahu siapa itu Tuhan yang sebenarnya.
Buka berikutnya saya langsung di bebaskan dari dalam dan di masukkan dalam Rehabilitasi, untuk pembinaan orang-orang yang pernah masuh dalam jeruji besi itu. saya menjalani kehidupan disana saya di ajar untuk bernyanyi memuji Tuhan, di ajar untuk membaca Alkitab, berdoa dan sebagainya, bahkan saya di percayakan untuk melayani di musik gereja, saya merasa bahwa hati saya damai jika saya berada bersama teman-teman di gereja, tertawa bersama, dan banyak lagi yang membuat hati saya damai yang tidak bisa di tuliskan melalui kata-kata.
            Dari itu saya belajar bagaimana caranya untuk menikmati hidup dimana kita saling mengasihi dan menghargai sesama kita, banyak orang yang menghargai tetapi tidak mengasihi, dan banyak orang yang mengasihi tapi tidak menghargai, maka dari itu saya mendapatkan apa itu arti kasih setelah saya di ajari untuk mengenal Tuhan dengan sungguh.2


Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar